Good to Great karya Jim Collins

Buku ini berjudul Good to Great karya Jim Collins, versi bahasa inggrisnya diterbitkan pertama kali pada tahun 2001. Namun, buku yang saya baca adalah versi bahasa indonesia yang diterbitkan oleh Gramedia cetakan ketujuh tahun 2019. Buku ini membahas tentang apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang mampu membuat lompatan sekaligus meneliti apa yang tidak dilakukan oleh perusahaan yang tidak melakukan lompatan.

Jadi, penulis melakukan penelitian apa saja yang dilakukan oleh perusahaan “hebat” (melakukan lompatan/transisi yang signifikan) dan tidak dilakukan oleh pembandingnya (perusahaan “bagus” yang tidak melakukan lompatan). Penulis melihat imbal hasil komulatif saham untuk menentukan indikator perusahaan “hebat”.

Kesimpulan dibawah diambil oleh penulis setelah penulis dan 21 tim lainnya melakukan total proyek penelitian selama 10,5 tahun. Untuk menanyakan apa saja ciri-ciri yang ada di perusahaan “hebat” sehingga mereka bisa melakukan lompatan dan pada saat yang sama tidak dilakukan oleh perusahaan “bagus” ?

Catatan:

  • Perusahaan “hebat” = Perusahaan yang melakukan lompatan dari bagus ke hebat secara imbal hasil saham.
  • Perusahaan “bagus” = Perusahaan yang tidak melakukan lompatan secara imbal hasil saham

Mempunyai Pemimpin Level 5 

Perusahaan “hebat” memiliki pemimpin level 5 di dalam organisasinya. Pemimpin level 5 ini adalah gabungan dari kerendahan hati dan ambisi profesional. Sebaliknya perusahaan yang tidak melakukan lompatan (perusahaan pembanding) tidak punya kepemimpinan level 5 ini. Perusahaan pembanding sering kehilangan fokus untuk “mengurus” perusahaannya. Banyak kasus yang dicontohkan di buku ini, salah satunya pemimpin perusahaan pembanding tidak fokus karena mereka malah fokus membintangi di banyak bintang iklan, ikut banyak talkshow, membuat buku, bahkan mencanangkan dirinya untuk menjadi presiden AS. Sebaliknya, perusahaan “hebat” fokus pada kemajuan perusahaan dibandingkan kepentingan pribadinya. Pemimpin itu diantaranya adalah CEO Gillete, Philip Morris, Walgreens, Nucor, dll.

Siapa Dulu.. Baru Apa

Pemimpin perusahaan “hebat” mencari dahulu orang yang tepat sebelum menentukan apa yang harus mereka lakukan di perusahaannya. Mereka akan merekrut orang dengan standar A+ dan membiarkan orang A+ itu menentukan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan.

Berkebalikan dengna perusahaan pembanding, perusahaan pembanding hanya mengandalkan pemimpin untuk menyusun apa saja yang harus mereka laksanakan. Musibah akan terjadi jika pemimpin ini hengkang dari perusahaan, perusahaan akan kehilangan arahnya karena mengandalkan pemimpin.

Menghadapi Fakta Keras

Pemimpin perusahaan “hebat” menghadapi fakta keras yang ada di dalam perusahaan tapi mereka tetap optimis. Mereka menganut “Paradoks Stokedale”, istilah ini punya arti menerima kenyataan tapi optimis secara realistis, mereka yakin dapat melakukan A, B, atau C tapi tidak berharap/optimis secara prematur. Mereka percaya akan proses yang harus dilalui.

Pemimpin perusahaan “hebat” tidak menggunakan karismanya untuk memimpin karena akan menutupi fakta keras yang ada di perusahaan. Tim eksekutif yang berada di bawah pimpinan ini lebih khawatir pada realitas eksternal yang mereka punya ketimbang “takut” dengan pemimpinnya.

Konsep Landak

Perusahaan “hebat” melangkah dengan irisan konsep landak yang mereka punya:

  • Bergairah/Passion:
  • Menghasilkan secara ekonomi
  • Punya kemampuan untuk menjadi yang terbaik disana

Perusahaan “hebat” menentukan produk, kegiatan, program kerja, dsb. berdasarkan irisan 3 hal di atas. Mereka mengetahui apa yang mereka bisa lakukan secara maksimal, menghasilkan secara ekonomi, dan punya gairah disana. Sehingga, bisa fokus melakukan hanya pada produk, program kerja, kegiatan yang memenuhi ketiga irisan itu.

Kultur Disiplin

Perusahaan hebat punya kultur yang disiplin dan pada saat yang sama pemimpin mereka tidak mendisiplinkan bawahannya karena mereka sudah merekrut orang yang tepat dengan standar A+ (mereka akan disiplin dengan sendirinya). Perusahaan juga menerapkan “Akuntansi Tanggung Jawab”, yaitu sistem untuk memberikan bawahannya untuk kreatif, tapi tetap dengan tanggung jawab. Contohnya, eksekutif A melakukan satu program kerja untuk perusahaan. Perusahaan akan menuliskan siapa yang bertanggung jawab atas program kerja itu. Sehingga, mereka punya sifat kreatifitas+tanggung jawab

Disiplin disini juga punya arti bahwa perusahaan “hebat” tidak akan melakukan kegiatan lain di luar konsep landak yang mereka punya. Mereka sangat ketat untuk tidak melakukan hal diluar konsep landaknya, bahkan jika perlu mereka akan menghentikan secara total pendanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan konsep landak yang dipunya.

Akselelator Teknologi

Perusahaan “hebat” menerapkan teknologi berdasarkan konsep landak yang mereka punya, mereka menghindari tren teknologi dan tidak memperlakukan teknologi sebagai pencipta momentum tapi teknologi lebih menjadi alat untuk akselelator momentum. Mereka menerapkan teknologi berdasarkan konsep landak yang mereka punya.

Penutup

Kesimpulan-kesimpulan di atas, mulai dari pemimpin level 5 hingga akselelator teknologi punya keterkaitan satu sama lain. Konsep-konsep tersebut saling berkaitan, perusahaan “hebat” 100 persen menggunakan konsep-konsep yang telah disebutkan. Teman-teman bisa membaca lebih lengkapnya di bukunya langsung karena akan mendapatkan kasus-kasus nyata hasil penelitian yang dilakukan. Penulis menyebutkan nama perusahaan dan nama CEO yang menjadi studi kasus di buku ini.

Tentang Penulis

Fahmi Aujar Shidiq, Inisiator komunitas intipdiri dan intipkuliah. Punya minat di bidang pendidikan, bisnis, bahasa, teknologi, dan psikologi. Terhubung dengan saya, follow instagram @fahmiaujar dan ikuti Linkedin ini

Kode Konten: D114

2 Comments

Still have no idea how can “A Leader”, bisa merekrut orang-orang dengan Standar “A+”, sementara seringkali orang2 dengan kecerdasan “Great”, suka punya pemikirannya masing2 sehingga seringkali ide-nya saling bertabrakan. Jadi penasaran sama bukunya, spesifikasi “People with Grade A+” itu seperti apa… HAHA This is Great. Thank you for sharing ^_^

itu kenapa dibukunya dijelasin bahwa pemimpin perusahaan “hebat” ini punya sifat kerendahan hati yang memikat. mereka akan lebih seperti moderator (lebih banyak mendengar) ketika ada rapat-rapat di tim eksekutifnya. Tim eksekutifnya bakal gebrak meja dan debat panas untuk dapat satu keputusan tepat tp jika keputusan sudah dibuat mereka akan melaksanakannya bareng-bareng

bener, lebih enak baca bukunya biar jelas winda wkwk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *